Selasa, 28 April 2009

PERS DAN PERUBAHAN SOSIAL

Sebelum membahas pers dan perubahan sosial, kita perlu mengetahui pengertian pers itu sendiri. Apa bedanya jurnalistik dengan pers? Dalam pandangan orang awam, jurnalistik dan pers seolah memiliki pengertian yang sama. Sesungguhnya tidak, jurnalistik menunjuk pada proses kegiatan, sedangkan pers berhubungan dengan media. Dengan demikian jurnalistik pers berarti proses kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah, memuat dan menyebarkan berita melalui media berkala pers yakni surat kabar, tabloid atau majalah kepada khalayak luas.

Perubahan sosial merupakan pergerakan dinamika masyarakat, yang disebabkan oleh kemajuan jaman yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan dan masuknya budaya asing ke dalam kehidupan masyarakat kita. Perubahan sosial ini ditandai dengan perubahan kultur atau nilai-nilai norma di masyarakat. Pada era globalisasi ini, banyak kebudayaan asing yang merasuk pada kehidupan kita. Sayangnya, masyarakat kita belum siap menerimanya dan tidak dapat memilah-milah kebudayaan luar yang sesuai dengan kebudayaan yang sudah ada. Banyak hal yang menyebabkan perubahan sosial yang cenderung bergerak ke arah yang negatif. Dalam hal ini, kita membutuhkan filterisasi.

Yang kita pertanyakan, apakah yang menjadi filter dalam perubahan sosial itu?

Sebagai media komunikasi pers memiliki beberapa fungsi, yang salah satunya adalah sebagai kontrol sosial atau stabilizer. Pers harus dapat membimbing khalayak luas dalam menentukan arah pergerakan dinamika masyarakat. Dalam tatanan sebuah negara pun, pers berfungsi sebagai pengawas jalannya roda pemerintahan.

Kebebasan pers yang muncul pada masa era reformasi ini ternyata membawa permasalahan baru. Peningkatan kuantitas penerbitan pers yang tajam, tidak disertai dengan peningkatan kualitas jurnalismenya. Sehingga banyak tudingan "miring" yang ditujukan pada pers nasional. Seperti kecurigaan pada praktik "jurnalisme preman, jurnalisme omongan", dan tudingan-tudingan negatif lainnya.

Ada juga media massa yang dituduh melakukan sensasionalisme bahasa melalui pembuatan judul yang bombastis, menampilkan vulgarisasi, dan erotisme informasi yang berbau seks. Tetapi, tidak dapat dipungkiri juga bahwa masih banyak media massa yang mencoba tampil dengan elegan dan beretika, daripada yang menyajikan informasi sampah dan berselera rendah.

Kemungkinan lain penyebab pers terus disorot, bahkan ada yang menyebut pers “kebablasan” adalah karena kurang profesionalisme dari jajaran wartawan, kekurangan yang paling utama adalah soal kemampuan memahami permasalahan yang akan diberitakan dan teknis keterampilan menulis. Untuk itu, wartawan di era yang sekarang ini perlu menguasai pengetahuan umum, memiliki kemampuan dan kepandaian menulis serta berapresiasi dalam kebebasan yang komperhensif dan partisipatif.

Masalah lain dalam perkembangan pers sekarang adalah adanya masyarakat yang jenuh media. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melahirkan suatu masyarakat mutakhir. Masyarakat mutakhir adalah masyarakat yang dilimpahi dengan informasi berupa gambar, teks, bunyi, dan pesan-pesan visual, masyarakat yang dibanjiri informasi dan pesan-pesan komersial. Seiring dengan meningkatnya aktivitas, masyarakat lebih memilih media televisi yang lebih simple dan cepat dalam penyampaian informasi dibandingkan media cetak.

Terlepas dari permasalahan yang dihadapi insan pers, kita harus bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita sudah menjalankan pers sesuai peranannya?

Sudah saatnya lembaga pers terus menyempurnakan diri dalam menyampaikan informasi, dengan selalu melakukan penelitian ulang sebelum menyiarkannya, melakukan peliputan berimbang terutama untuk berita-berita konflik agar masyarakat memperoleh informasi lebih lengkap untuk turut menilai masalah yang sedang terjadi.

Penyempurnaan kualitas pers merupakan kerja keras yang dilakukan hari demi hari untuk kepentingan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar