Kamis, 19 November 2009

Kesanku

Kesan itu akan slalu ada
Terpatri dalam ingatan
Mengendap dalam jiwa
Tertulis dalam setiap lembaran

Pertemuan yang mengesankan
Menumbuhkan benih api dalam hati
Dan membakar ruang batinku

KEBAYA SEBAGAI WARISAN BUDAYA INDONESIA

Sejarah dan Perkembangan Kebaya di Indonesia
Terlepas dari teori asal usul bahasa kita dapat memahami bahwa kebaya terdapat pada beberapa negara yang terletak di bagian utara kepulauan Indonesia. Dengan kata lain busana jenis ini banyak terdapat pada daerah-daerah yang terkena ekspansi Arab maupun Portugis. Negara-negara yang juga memiliki kebaya seperti Cina, Thailand dan Filipina disamping Negara-negara Eropa, yang tentunya setiap Negara memiliki kekhasan masing-masing dalam rancangan kebaya mereka.
Perkembangan kebaya modern saat ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh penyebaran agama Islam yang terjadi pada abad ke-15. Terdapat dugaan yang cukup kuat bahwa budaya Islam cukup berpengaruh pada siluet-siluet kebaya, sehingga diperkirakan kebaya pada awalnyamerupakan atasan panjang berbentuk tunik sederhana yang menjulur dari leher hingga lutut (baju kurung). Pakaian semacam ini yang kemudian menggeser beberapa kebiasaan busana yang lain, walupun dalam keadaan tertentu keadaan busana sebelum kebaya masih banyak dipergunakan. Dokumentasi lama sekitar abad 19, milik keluarga kerajaan dan keraton baik Surakarta, Yogyakarta maupun Cirebon masih memiliki rekaman akan kebaya panjang ini, tentu dengan beberapa ornamen kenegaraan yang terpasang di beberapa sisi. Sementara bros dengan serangkai atau tiga berjajar terdapat pada bagian depan membentuk suatu penutup. Bahan awal kebaya pada masa ini adalah katun kasar dan tenun tradisional. Akan tetapi seiring dengan masuknya koloni Eropa ke Indonesia yang berakibat terbukanya jalur perdagangan tekstil antar Negara, maka bahan untuk membuat kebaya pun beralih menjadi beludru, sutra dan katun halus.
Menurut Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: silang Budaya (1996) Kebaya berasal dari bahasa Arab ‘Kaba’ yang berarti ‘pakaian’ dan diperkenalkan lewat bahasa Portugis ketika mereka mendarat di Asia Tenggara. Kata Kebaya diartikan sebagai jenis pakaian (atasan/blouse) pertama yang dipakai wanita Indonesia pada kurun waktu abad ke-15 atau ke-16 Masehi. Argumen Lombard tentu berterima terutama lewat analogi penelusuran lingustik yang toh sampai sekarang kita masih mengenal ‘Abaya’ yang berarti tunik panjang khas Arab. Sementara sebagian yang lain percaya Kebaya ada kaitannya dengan pakaian tunik perempuan pada masa kekasiran Ming di Cina, dan pengaruh ini ditularkan setelah imigrasi besar-besaran menyambangi semenanjung Asia Selatan dan Tenggara di abad ke-13 hingga ke-16 Masehi.
Terlepas dari asal usulnya yang Arab, atau Portugis, atau Cina, kita mahfum bahwa penyebarannya memang dari arah utara kepulauan Indonesia. Artinya, negara-negara yang terlewati oleh ekspansi ala Arab, Portugis, dan Cina bisa jadi memiliki versi kebayanya masing-masing. Dan akhirnya, Jawa menjadi destinasi penyebaran paling selatan, karena tidak ditemukan jejaknya lagi di kepulauan Pasifik barat atau semenanjung utara Australia. Artinya lagi, kali ini, Malaysia bisa dengan bebas mengklaim Kebaya sebagai salah satu pusaka tradisinya. Tentu tanpa mengatakan kalau jenis pakaian ini asalnya dari Malaysia—karena itu terdengar sangat bodoh.
Dalam novel kuartet Gajah Mada, Langit Kresna Hariadi menulis: “Sri Gitarja menjawab sambil mengusap air mata menggunakan lengan baju”. (Gajah Mada Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara hal 336, paragraf ke-3, baris ke-5). Asumsinya, jika tuan putri Sri Gitarja dapat mengusap air matanya dengan lengan baju berarti lengan baju yang beliau pakai adalah lengan panjang hingga-minimal-mendekati pergelangan tangan. Kemungkinan terbesar adalah jenis pakaian wanita kebaya. Sayangnya, hal ini bisa saja keliru karena Kebaya masih menjadi benda asing di masa ini. Masyarakat Jawa kala itu lebih mengenal kain panjang, tenun, ikat dan kemben sebagai busana sehari-hari. Ada juga yang berpendapat bahwa, masa-masa ini Kebaya terbatas dikenakan di kalangan kerajaan saja. Sayangnya, bukti-buktinya sangat lemah. Kain yang berbahan serat alam di negeri tropis seperti Indonesia mudah sekali hancur hanya karena kelembaban, cuaca, hingga mikroorganisme pemakannya. Bukti yang juga tidak bisa dikatakan kuat adalah arca-arca dan relief yang dipahat di sebagian besar bangunan kuno abad ke-13 hingga 15. Namun, tidak ada pola atau gambaran nyata yang mengindikasikan adanya Kebaya di masa itu.
Kita perlu menilik penyebaran dan masuknya Islam di Indonesia (abad ke-15) untuk mengetahui perkembangan kebaya modern saat ini. Keislaman sangat kuat memengaruhi siluet kebaya di awal-awal perkembangannya. Dugaan kuat mengatakan Kebaya awalnya merupakan atasan panjang berbentuk tunik sederhana yang menjulur dari leher hingga lutut (baju kurung). Hal ini mengingatkan kita akan abaya dan kebaya Melayu. Pakaian semacam ini serta-merta menggeser kemben tradisional. Di beberapa pelosok Indonesia bahkan bisa ditemukan wanita yang tampil tanpa atasan apapun (Bali, Lampung, Jawa). Kebiasaan berbusana macam itu juga ikut tergeser, meski dalam beberapa acara adat harus berbusana seperti itu lagi, terutama di Bali. Dokumentasi lama milik keluarga kerajaan dan keraton (Surakarta, Yogyakarta, Cirebon) di tanah Jawa masih merekam kebaya panjang ini dengan beberapa ornamen kenegaraan yang terpasang di beberapa sisinya (abad ke-19). Gelang dan jam dikenakan diluar lengan kebaya, sementara bros serangkai (tiga berjajar) tersemat di bagian depan membentuk suatu penutup. Jenis ini akhirnya merambah permainan bahan. Katun kasar dan tenun tradisional tentu saja menjadi cikal bakalnya. Namun beludru, sutra, dan katun halus kemudian menggantikan bahan-bahan keras tadi sesuai dengan masuknya koloni Eropa ke Indonesia dan membuka jalur perdagangan tekstil antar negara (sejak abad ke-18).
Kesesuaian selanjutnya bertitik tolak dari pola dan corak. Modifikasi, inovasi, dan kreatifitas membawa angin segar fesyen Kebaya masa ini. Ia bagaikan lepas tanpa ikatan. Putu baru, kebaya tunik pendek hingga tlisman mengemas banyak warna dan permainan motif yang cantik di awal abad ke-19. Kurun abad ke-19 dan masa pergerakan di awal abad 20 adalah kala gemilang bagi Kebaya. Kebaya berada di masa yang marak dikenakan masyarakat Indonesia, juga kaum pendatang Eropa dan Cina dengan ragam penyesuaiannya. Sebelum dikelas-kelaskan, Kebaya yang hampir merata dipakai oleh kaum perempuan Indonesia begitu lazimnya hingga kreasi-kreasi khusus dilakukan oleh kaum bangsawan dan dalam istana. Kebaya bangsawan dan keluarga Kraton terbuat dari sutra, beludru, dan kain tebal berornamen (brocade); golongan awam mengenakan bahan katun dan tenun kasar; kaum keturunan Eropa biasanya mengenakan kebaya berbahan katun halus dengan aksen lace (brokat) di pinggirnya; sedangkan untuk perempuan Belanda mengenakan kebaya katun dengan potongan yang lebih pendek. Saat itu bahkan banyak orang Eropa dan Belanda sendiri membeli aneka kebaya di Nederland. Masa ini Kebaya mulai disusupi unsur sinkretisme kelas. Ada Kebaya Keraton dan Bangsawan yang berornamen benang emas (sulam gim) dengan bahan beludru. Potongan khusus yang dipakai oleh perempuan kelas atas juga memberi bekas yang nyata seperti halnya kebaya Kartini. Pakem-pakem mulai terbentuk. Pola-pola tertentu dibatasi dalam garis darah biru. Kebaya mulai dikaplingkan dalam kelas-kelas kasta yang paradoksal.
Nasionalisme merebak tahun 1920-an. Organisasi-organisasi tradisional Indonesia maupun bentukan pemerintahan Hindia Belanda menyerukan nasionalisme dengan lantang. Kondisi politik saat itu juga memengaruhi preferensi fesyen masyarakatnya. Kebaya yang terlanjur Nasional dianggap bercitra pribumi dengan segala perjuangannya. Wanita keturunan Eropa dan Belanda meninggalkan kebaya sebagai pakaian sehari-hari mereka karena citra tradisional yang indigenous tadi. Periode ini meminimasi perkembangan fesyen Kebaya. Hampir tidak ada inovasi material yang signifikan, apalagi bentukan dan pola siluetnya. Kondisi seperti ini berlangsung hingga dua dekade berikutnya sampai yang terburuk tiba.
Periode 1942-1945 adalah yang terburuk dengan catatan paling minim tentang keadaan Indonesia, termasuk fesyennya. Perempuan di masa pendudukan Jepang jatuh di tempat paling rendah sepanjang sejarah. Tanpa kecuali; pribumi, keturunan Eropa, keturunan Cina, dan Belanda dijebloskan di penjara dan dipekerjakan dengan keras. Kebaya dipakai oleh tahanan perempuan Indonesia, sedangkan kemeja dan terusan dikenakan oleh keturunan Eropa dan Belanda. Peraturan tidak tertulis ini, entah bagaimana, berlaku hampir di setiap kamp-kamp tahanan Jepang. Di sini, Kebaya bersifat pribumi, lainnya koloni. Jangan berfikir tentang inovasi, produksinyapun jatuh mengenaskan. Kenyataannya, pendudukan Jepang di Indonesia juga memutus jalur perdagangan tekstil dan perlengkapan penunjangnya. Banyak rumah produksi kebaya tutup. Perusahaan kain Batik yang marak di periode itu juga wajib membuat solusi padat karya untuk sekedar bertahan. Solusi yang paling banyak dianut adalah merger antar beberapa perusahaan kecil yang membuat kain batik, kebaya, dan industri konveksi rumahan. Tapi tidak berdampak banyak bagi perkembangan fesyen masa itu. Perubahan suhu politik terjadi tiap jam. Perang Dunia ke-II adalah masa-masa kelam bagi fesyen tanah air, bahkan dunia. Kecuali Chanel dan Hugo Boss yang memang kekasih fasis kala itu, banyak rumah mode di dunia mengalami kemunduran.
Lagi-lagi faktor politik berkecamuk. Revolusi besar kemerdekaan Indonesia tahun 1945 membawa Kebaya pada konstelasi nasionalis yang lebih absolut. Dari sekedar tradisional yang pribumi, Kebaya menjalar menjadi nasionalis dan bernafas kemerdekaan. Para wanita terdidik yang dekat dengan pemerintahan Soekarno saat itu banyak mengenakan aneka kebaya, terutama jenis putu baru dan Kebaya encim yang masih ada jejaknya sekarang ini. Sebagian orang menanggapi kondisi ini sebagai masa-masa keemasan Kebaya sampai tahun 1960-an. Hampir semua wanita, baik itu di kantor, di rumah, di manapun tampil berkebaya. Citra nasional yang dibawa Kebaya begitu kuatnya, tetapi melekat pada kaum aristrokrat tertentu yang berpihak pada Soekarno. India, Cina, dan sebagian Asia Tenggara mendominasi pasar tekstil Indonesia. Sentimen Barat pada Soekarno, dan sentimen Soekarno sendiri pada Barat membatasi jalur pertukaran komoditi Eropa dan Indonesia. Yang terlihat adalah aneka corak dan warna-warna Kebaya yang beragam. Potongan dan pola-pola lama kembali meruak meski masih memegang pakem-pakem yang tercipta dari abad sebelumnya.
Belum pulih benar Kebaya dari trauma politiknya, ia harus mengalami sekali lagi pukulan itu. Peralihan kekuasaan dari tangan Soekarno ke pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto tahun 1965 menempatkan Kebaya di posisi lemah. Citra-citra dan simbol-simbol yang diemban Kebaya di masa Soekarno membuat ia dijauhi. Kaum perempuan yang merasa tidak terlibat dengan gejolak politik Orde Lama (Soekarno) memilih untuk tidak mengenakan Kebaya. Terusan modern dan kemeja-kemeja wanita lebih digemari ketimbang Kebaya. Perlahan namun pasti, Kebaya tersingkir dalam kotak eksklusif Dharmawanita (organisasi wanita istri pegawai negeri yang terbentuk sejak tahun 1974). Dengan warna jingga salem-nya, Kebaya menjadi seragam resmi organisasi ini.
Hingga tahun 1980-an Kebaya semakin terkucil di kalangan istri Militer dan pegawai negeri, meski beberapa desainer lokal macam Iwan Tirta mencoba melestarikannya. Kabar baiknya adalah peran informasi dan pertukaran komoditi antar negara kembali terbuka lebar. Tinggal bagaimana tangan-tangan kreatif anak Bangsa memanfaatkannya. Tidak memakan waktu lama, awal tahun 90-an Ghea Panggabean melakukan eksperimen berarti pada Kebaya. Dalam lingkup kelas atas, Ia memanfaatkan bahan sutra organdi dan serat-serat alam lain yang tergolong mewah menjadi Kebaya. Di kalangan elit dan perempuan berpendidikan, Kebaya macam ini, yang kemudian banyak juga dikembangkan oleh desainer lokal lain, memiliki predikat khusus. Ia sah digunakan di acara-acara formal baik bersifat pribadi, keluarga, maupun kenegaraan.
Tahun 90-an pula Kebaya mulai mendapat tempat yang lebih luas. Bahkan dipandang mempunyai janji ekonomi yang besar. Desainer-desainer Indonesia sepakat, Kebaya adalah genre khas dari dunia fesyen yang menjanjikan. Mereka mulai meliriknya, memelajarinya, dan kemudian berkreasi dengannya. Kuncinya adalah inovasi! Sepertinya tuntutan kreasi dan aksentuasi dari para pemakai juga menjadi faktor besar yang mendorong Kebaya kembali ke era abad-19—masa dimana Kebaya punya kebebasan untuk berkembang.
Setelah 32 Tahun memerintah Indonesia, Soeharto undur. Reformasi membawa angin segar sekaligus liar. Untuk beberapa alasan, hal ini baik. Banyak pranata yang dijungkirbalikan. Reformasi dipahami sebagai era kebebasan. Keterbukaan pikiran menjadi titik tolak semua kegiatan di masa-masa 1997-2002. Kreatifitas tak terbendung yang dicontohkan oleh para pemimpin setelah Soeharto dan dunia politik juga diikuti masyarakatnya. Kekangan adalah barang haram di masa ini. Digalilah kreasi-krasi baru yang segar dari banyak sumber untuk mempercantik Kebaya. Kita harus mencermati trend brokat (lace), bordir, teknik aplikasi, drapery, dan pencampuran bahan sebagai cikal bakal revolusi Kebaya di tahun 2000-an.
Yang tandang dengan banyak ide, dia yang menang. Dunia pernikahan, pertemuan formal kenegaraan, hingga acara-acara eksklusif yang mengusung citra Indonesia secara konsensus-tersembunyi mewajibkan Kebaya sebagai kode busananya. Hal ini kemudian memancing kompetisi antar desainer. Secara pola, siluet, cutting, dan garis luar berubah beragam-ragam. Bagai bola liar, perubahan besar itu juga diikuti dengan pemanfaatan bahan baku. Keluar dari sekedar organza dan katun, Kebaya merambah ke jalur sutra, sifon, shantung, lace, hingga serat-serat yang tak terbayangkan sebelumnya seperti jute, nanas, pisang, dan unsur metal. Teknik bordir, renda, pilin, lipit, layer hingga quilt ikut mewarnai kemegahan Kebaya. Hingga akhirnya pemanfaatan material mewah macam payet, kristal, batu-batu mulia dan bulu binatang (ostrich’s feathers/cincila fur) hadir bersama taknik aplikasi yang revolusioner. Dengan teknik yang satu ini, kreasi tanpa batas sangat mungkin dikerjakan. Teknik aplikasi membuka kesempatan Kebaya sebagai benda seni yang bisa dihiasi apa saja—bahkan berlian jika memungkinkan. Lewat banyak teknik dan potongan, material dan bahan, sampai aksesorisnya, Kebaya tercipta sebagai karya seni. Bahkan ada satu Kebaya yang memiliki berat hingga 22 Kg, karena kerumitan detail yang melekat padanya. Kebaya memasuki masa revolusinya sendiri. Ia kini, seperti banyak masyarakat Indonesia era 2000-an, punya daya pandang dan tempatnya masing-masing. Tanpa harus terpengaruh imbas politik, ekonomi, bahkan adat istiadat. Kebaya semata-mata menganut faham kreatifitas yang feminis.
Lahirnya Kebaya-kebaya karya Anne Avantie, Marga Alam, Adjie Notonegoro, Biyan Wanaatmadja, Sebastian gunawan hingga perancang-perancang muda seperti Priyo Oktaviano, Rusly Tjohnardi, Ferry Sunarto dan banyak lagi adalah bukti revolusi Kebaya itu. Kebaya karya desainer-desainer tadi menghujam kuat di kancah lokal dan menghentak khasanah internasional. Pagelaran-pagelaran fesyen Kebaya, persaingan, kritik dan pujian-pujian memberi dampak yang sangat membangun. Aksi tutup mata atas pakem tradisional yang dihembus-hembuskan beberapa orang membuat karya Kebaya meroket ke arah yang sama sekali tak terduga. Ia kini lebih dari sekedar identitas, Kebaya juga sebuah komoditi dan jati diri bangsa Indonesia. Kebaya Indonesia muncul lewat siluet ultra feminin. Ia memeluk tubuh wanita, membuatnya bersinar, dan melekuk sempurna. Tidak dan belum bisa ditemukan di tempat lain, bahkan tempat-tempat yang dipercayai sebagai cikal bakal Kebaya tersebut menulari Indonesia. Mungkin, Kebaya akan segera memasuki kosa-kata Inggris seperti Batik dan Ikat. Kalau sudah begitu, tidak ada yang bisa menggoyahkan posisi Kebaya di Indonesia. Kebaya mencapai kemuliaan seni yang tertinggi di negeri Ini.

Perubahan yang Dialami Kebaya
Kembali pada masa ke-emasannya yaitu sekitar abad 19, adalah inovasi dan aksentuasi. Respon yang cukup baik pada kebaya ini ditanggapi oleh para desainer Indonesia, dengan terus mengembangkan ide-ide kreatif mereka akan kebaya.
Beberapa perubahan dialami oleh kebaya, antara lain:
1. Pola, terdapat perubahan teknik, seperti:
• Siluet
• Cutting
• Garis luar
2. Dari segi bahan
• Lace atau Brokat
Bahan ini banyak diproduksi oleh Negara Prancis, namun saat ini juga banyak diproduksi oleh Negara-negara seperti India dan Indonesia. Oleh karena itu kain brokat yang memiliki kualitas yang baik harganya juga cukup mahal. Pola-pola yang dimiliki masih berkisar pada motif floral dan masih jarang untuk menggunakan motif abstrak.
• Sutra
Terdapat 2 jenis sutera, yaitu sutera alam yang berasal dari kepompong ulat sutera dan sutera buatan. Bahan sutera ini sangat lembut dikulit, menyerap keringat serta memiliki warna yang tahan lama. Bahan ini termasuk bahan yang cukup digemari dalam berbusana. Bahan ini juga terdapat dengan motif batik tradisional.
• Sifon
Sifon merupakan bahan yang sangat lembut, halus, transparan dan jatuhnya mengikuti bentuk badan. Karena sifat jatuhnya ini, maka bahan ini sangat tidak disarankan untuk orang yang memiliki badan gemuk. Kain ini cocok digunakan sebgai selendang, vell atau pelengkap kebaya lainnya.
• Tule
Kain ini digunakan untuk kombinasi untuk busana yang lebih modern, misalnya:digunakan untuk aksen pada bagian leher, pergelangan tangan dan ujung-ujung baju. Aksen biasanya dilakukan dengan cara mengerutkan kain agar terjadi tumpukan disuatu area tertentu.
• Kain Tenun/ Sarong
Indonesia cukup kaya akan kain tenun yang berasal dari berbagai daerah, seperti: kain tapis dari Lampung, Kain songket dari Palembang, Ulos dari Batak dan masih banyak lagi. Dengan keunikan tersendiri yang dimiliki, padu padan kain tenun dan kebaya akan menjadi kombinasi yang unik dan menarik.

Jenis-jenis Kebaya di Indonesia
Apabila ditelusuri menurut awal perkembangan hingga akhirnya, kebaya dapat dibeda-bedakan. Hal ini disesuaikan dengan jaman perkembangan kebaya itu sendiri. Beberapa orang mengetahui sebagai:
• Kebaya tradisional
Kebaya ini merupakan cikal bakal kebaya pada umumnya. Terdapat dua jenis model kebaya antara lain kebaya kartini dan kebaya kutu baru. Kedua kebaya inilah yang pada akhirnya berkembang menjadi kebaya- kebaya lain seperti kebaya encim dan kebaya modern yang ada sekarang ini.
• Kebaya encim.
Dari segi namanya saja sudah memiliki unsur adanya budaya Cina. Encim merupakan sebutan bagi wanita paruh baya dalam keturunan bangsa Cina. Kebaya ini berbahan dasar kain yang cukup halus dengan sentuhan border, payet dan pelipit yang menghiasi salah satu bagiannya. Kebaya jenis ini banyak digunakan perempuan etnis Cina yang dahulu tinggal
• Kebaya modern.
Sesuai dengan namanya kebaya modern merupakan kebaya dengan sentuhan yang lebih modern. Bentuk serta pola sudah tidak mutlak seperti kebaya asli. Sudah terdapat perubahan pada beberapa bagian- bagiannya termasuk dalam hal hiasan, bahan, corak dan mode sudah mulai mengikuti tren yang ada. Salah satu yang termasuk dalam kebaya ini adalah kebaya modifikasi. Banyak perancang busana tradisonal yang menggunakan kebaya modifikasi ini sebagai alternatif dari rancangan-rancangan mereka. Hasilnya ditangan anak negeri, sebuah budaya Indonesia yang mampu menarik perhatian bangsa asing.

Aneka ragam Aksesoris Kebaya
Untuk mempercantik baju kebaya, desainer masa kini menggunakan beberapa aksesoris, antara lain :
• Payet
Payet yang biasa-biasa saja akan lebih terlihat semarak dan glamor ndengan tambahan payet yang terbuat dari bahan sintetik. Kebaya modern klasik banyak menggunakan aplikasi payet sehingga membuat motif kebaya terklihat megah dan anggun. Dengan desain dan teknis yang tepat kebaya yang berbahan lain biasa dapat tampil dengan lebih semarak dan glamor.
• Beads
Beads menyerupai sifat dan fungsi yang hampir sama dengan yang dimiliki oleh Payet. Tersedia dalam aneka warna, harga yang terjangkau dan mudah diperoleh. Beads sangat cocok untuk diaplikasikan pada desain kebaya pesta atau malam hari.
• Kristal
Kristal digunakan untuk menambah megah tampilan kebaya. Kristal merupakan tiruan dari batu mulia, selain itu Kristal juga dibedakan meurut bahan pembuatannya, seperti Kristal kaca dan Kristal plastic yang transparan.
• Batu mulia
Harga dan kondisi yang cukup berat membuat bahan ini jarang diaplikasikan pada kebaya. Biasanya batu mulia yang berusia relatif muda atau batu semi-mulia lebih banyak digunakan, seperti: kecubung, safir muda, akik dan masih banyak lagi
• Bulu-bulu binatang
Bulu dapat memberikan kesan hangat, modern dan glamor. Meskipun tidak banyak diaplikasikan dalam pakaian kebaya, akan tetapi beberapa desainer telah memanfaatkannya untuk memberikan kesan modern, feminin dan mewah.

Cara-cara Perawatan Kebaya
Kebaya yang lama dapat tetap awet jika melalui proses perawatan yang benar. Bahkan mungkin kebaya tersebut dapat menjadi warisan atau peninggalan hanya saja perlu beberapa tambahan agar kebaya tersebut tampil lebih sempurna. Beberapa tahapan merawat kebaya, yaitu;
• Kebaya, terutama kebaya baru sebaiknya dicuci setelah 3-5 kali pemakaian
• Tidak menggunakan mesin untuk mencucinya. Kebaya cukup dicuci dengan tangan namun harus tetap hati-hati supaya konstruksi yang dimilikinya tidak berubah
• Mencuci kebaya dengan sabun yang lembut atau pelembut saja jika terkena noda. Tujuannya hanya untuk menghilangkan bau setelah seringnya pemakaian.
• Sebaiknya tidak memeras kebaya setelah proses pencucian, cukup langsung digantung saja.
• Supaya tidak terjadi perubahan warna atau pemudaran warna, maka sebaiknya tidak menjemur kebaya dibawah sinar matahari langsung.
• Menyesuaikan panas dengan bahan yang digunakan, ketika akan menyetrika kebaya.
• Kebaya yang telah digunakan sebaiknya diangin-anginkan saja
• Penjemuran kebaya tidak boleh terlalu lama, sebaiknya segera disimpan di dalam lemari
• Gantungan sebaiknya terbuat dari kain atau kertas sehingga koleksi lebih rapi dan mudah untuk ditata
• Kebaya yang berbahan tipis sebaiknya dimasukkan dalam kotak saja dan diberi pewangi.
• Dalam sebulan sekali kebaya dikeluarkan dari dalam kotak atau lemari untuk diangin-anginkan. Hal ini bertujuan menghindari bau tidak sedap yang menempel pada kebaya.
• Selendang atau kain yang lembut sebaiknya disimpan dalam tas kain agar lebih rapi dan awet.